Perbedaan yang menyatukan, refleksi cinta pada Ibu Pertiwi

\’\’Ada berapa banyak sih perbedaan pendapat kita lalu kita saling bermusuhan dan saling cuek, dibanding banyaknya perbedaan lain yang dapat membuat kita saling mengetahui dan menyayangi?. Jika hanya beda pendapat antara satu, dua, puluhan atau ratusan orang lalu menaikkan emosi satu sama lain, dan saling diam, lalu, akan kah kita lakukan itu dan mengorbankan ratusan juta orang yang hidup damai dan mendambakan Indonesia yang damai dan rukun?\’\’

Suatu hari di dalam bus menuju kesuatu lokasi perbelanjaan, saya bertemu oleh teman saya yang juga merupakan orang luar yang berkuliah di kampus yang sama, Jinzhou Medical University. Kami berdua merupakan mahasiswa Internasional. Kami orang nya sudah akrab semenjak di satu asrama, detailnya dia adalah senior saya yang lebih dulu berada di Negeri Tirai bambu ini. Seketika kami ngobrol di bus, yang dimulai dari obrolan \’\’how are you\’\’ dan menanyakan kondisi satu sama lain, sampailah kami pada pembahasan budaya. Dia berasal dari Kazakhztan, suatu Negara yang berada berdekatan dengan Rusia dan China. Singkat cerita, tibalah kami mengobrol tentang kondisi negara masing-masing. Hal yang paling saya senangi adalah berbagi cerita tentang budaya bersama orang luar Indonesia, karena itu akan membuka pandangan kita tentang memahami kehidupan yang beragam ini. Seketika di bus, tibalah kami pada pembahasan tentang agama yang berlaku di masing-masing negara. Kazakhztan juga merupakan negara dengan mayoritas penduduk muslim sama seperti Indonesia.

    Hal lain yang sama adalah selain negara dengan mayoritas muslim, negaranya juga dianut oleh beberapa penduduk dari agama lain selain Islam. Lalu saat itu, sampailah kita pada pembahasan akan kondisi negara yang dianut oleh beberapa agama. Menjelaskan padangannya kepada saya mengenai kondisi agama di Negaranya, dan menyampaikan pendapatnya akan masalah atau potensi konflik yang akan terjadi apabila semua ideologi saling beradu, yah seperti itu yang saya ingat dalam pembahasan kami. Lalu, dia pun menanyakan kepada saya, bagaimana dengan kondisi Indonesia, ada berapa agama di sana dan bagaimana kondisi kehidupan mereka. Awal pembahasan dia sempat menyebutkan beberapa kasus dinegaranya yang nampaknya begitu sensitif, sehingga presiden dinegara tersebut mengambil tindakan untuk mengumumkan agar semua bersikap toleransi dan menghargai satu sama lain. Well, suatu refleksi dari diri saya sendiri, dan membayangkan masa kecil saya sampai sekarang ini, kehidupan benar-benar telah tumbuh jauh. Jika kita lihat sejarah dunia kebelakang, bahkan sekarang ini, diluar sana banyak contoh negara yang masyarakatnya mendambakan kedamaian, kerukunan antar perbedaan.

    Namun, bisakah kita sejenak merefleksi diri? sungguh ada banyak perbedaan yang terbukti membuat kita saling dekat!. Bukankah perbedaan membuat kita saling mencari tahu sehingga lahir rasa mengerti satu sama lain?. Saya sering mendengar bagaimana rukunnya kita sebangsa dan negara dalam menjaga persaudaraan, ada banyak contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari, sebagai contoh, baru-baru ini diakhir ramadhan lalu sya mendengar sekelompok non muslim membantu membersihkan Masjid. Secara pribadi dalam contoh ini, sebagai muslim, saya sangat berterimakasih pada saudara kita sebangsa. Saya yakin, diluar sana masih banyak contoh yang tidak muncul di media antara hubungan kerukunan antar individu baik beda agama, suku dan pada banyak perbedaan lainnya. Indonesia bukan hanya beda agama, namun juga beda suku, beda-beda pulau, beda-beda bahasa, beda lifestyle, dan bahkan beda pendapat. Namun sadarkah, Indonesia itu ada salah satunya karena perbedaan-perbedaan ini!, lalu lahirlah pengikat sebagai solusi kita bersama yang disebut Pancasila.

    Cerita dengan teman Kazakhztan yang tadi itu adalah salah satu contoh kecil dari banyak nya diskusi saya dengan beberapa orang. Pertanyaan mereka tentang Indonesia hampir sama ketika saya menjelaskan tentang Indonesia. Saya bahkan sebenarnya malu ketika tak mampu menjawab, namun mereka-mereka telah membuat saya mencari tau tentang negeriku dan menjelaskannya dilain waktu. Saya mungkin tak memahami dengan baik negara saya sendiri ini, saya bahkan tak sempat menelusuri Indonesia sebelum menempuh perjalanan saya ke luar Indonesia. Rasa rindu ingin pulang ketika kuceritan dan kujelaskan kondisi disana berdasarkan sedikit pengalaman dan pemahaman ku. Tentu kita menyadari, ada banyak contoh kerukunan yang kita praktikkan dalan berbangsa, namun kita juga tak menutup mata, ada juga pertentangan antara kita. Namun, sudah saatnya kita menyadari dan bersyukur, negara ini tak seperti negara lain yang sering konflik bahkan terpecah, ada potensi besar negara besar kita menjadi role model kerukunan untuk bangsa dunia.

    Selalu saya refleksi diri, apa jadinya jika para pejuang dahulu tak mempertahankan negeri ini dari paksaan para kolompok penjajah, saya membayangkan jika bukan karena perjuangan itu, mungkin saya tidak sebebas ini untuk menuntut ilmu ke negeri luar, mungkin saat ini saya sudah didalam isolasi dalam berpendapat dan menunduk kepada sesuatu yang memaksa. Jika ini bukan karena hadiah akan negeri besar dengan kekayaan alamnya, saya merasa, pribadi ini akan menjadi abu di negeri sendiri, atau bahkan terasingkan di negeri luar. Namun, kita juga harus sadar, kenikmatan yang mungkin saya dan saudara, sahabat, kakak, dan adik rasakan mungkin tak dirasakan oleh saudara kita yang lain, saudara kita sebangsa. Maka, sudah saatnya kita bangga akan negeri ini dan mencintainya sebagaimana para pejuang dulu memimpikan hal seperti ini, kini saatnya pula kita bermimpi dan berjuang seperti mereka dulu, disekeliling kita masih banyak saudara sebangsa kita yang belum mendapat hak nya sebagaimana kita mendapat hak itu. Mimpi pendahulu belum sepenuhnya tercapai dan itu adalah tugas kita semua!

    \’\’Ada berapa banyak sih perbedaan pendapat kita lalu kita saling bermusuhan dan saling cuek, dibanding banyaknya perbedaan lain yang dapat membuat kita saling mengetahui dan menyayangi?. Jika hanya beda pendapat antara satu, dua, puluhan atau ratusan orang lalu menaikkan emosi satu sama lain, dan saling diam, lalu, akan kah kita lakukan itu dan mengorbankan ratusan juta orang yang hidup damai dan mendambakan Indonesia yang damai dan rukun?\’\’

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *